Menurut riwayat, bahwa peristiwa pernikahan antara Adam dan Hawa terjadi pada hari Juma'at. Merupakan peristiwa pernikahan pertama dalam sejarah umat manusia, dimana Allah SWT langsung menjadi walinya dan disaksikan oleh para malaikat dan dihadiri oleh para penduduk langit dan syurga.
Pernikahan Adam dan Hawa diawalai makala Allah Swt selesai menciptakan Hawwa dari tulang rusuk Adam yang sebelah kiri. Ketika Adam sadar, maka disapalah Hawwa olehnya :
“Siapa engkau? Dan untuk siapa engkau?”.
Hawa menjawab : ”Aku dijadikan Allah untuk keperluan engkau”.
Maka Adam berkata : “Marilah datang kepadaku”.
“Engkaulah yang datang kemari ! ” Hawwa menjawab.
Lalu berdirilah Adam, datang menghampiri Hawwa.
Sebuah sinyalemen yang menunjukkan bahwa kaum perempuan dari awal memang telah dimuliakan dalam Islam.
Maka tatkala Adam mendekati Hawa, saat Adam berkeinginan mengulurkan tangannya kepada Hawwa, terdengarlah suara :
“Hai Adam. Tahan dulu ! Sesungguhnya pergaulanmu dengan Hawa itu belum halal, kecuali dengan mas kawin dan nikah sah”
Maka diperintahkanlah penduduk-penduduk Surga oleh Allah SWT untuk menghiasi dan menyajikan dan menghadirkan segala macam hidangan dan talamnya, lalu diperintahkanlah para Malaikat untuk berkumpul di bawah pohon kayu Thumba dan setelah berkumpul mereka, memujilah Allah dengan diri-Nya dan berkata apa yang dikhawatirkan Adam as.
“Segala puji adalah kepunyaan-Ku, segala kebesaran adalah pakaian-Ku, segala kemegahan adalah hiasan-Ku dan segala makhluk adalah hamba-Ku dan di bawah kekuasaan-Ku. Menjadi saksilah kamu hai para malaikat dan para penghuni langit dan syurga bahawa Aku menikahkan Hawa dengan Adam, kedua ciptaan-Ku dengan mahar, dan hendaklah keduanya bertahlil dan bertahmid kepada-Ku!”.
Setelah akad nikah selesai berdatanganlah para malaikat dan para bidadari menyebarkan mutiara-mutiara yaqut dan intan-intan permata kemilau kepada kedua pengantin agung tersebut. Selesai upacara akad, dihantarlah Adam a.s mendapatkan isterinya di istana megah yang akan mereka diami.
Hawa menuntut haknya. Hak yang disyariatkan Tuhan sejak semula.
“Mana mahar?” Hawa bertanya. Ia menolak persentuhan sebelum mahar pemberian ditunaikan dahulu.
Adam a.s bingung seketika. Lalu sadar bahawa untuk menerima haruslah sedia memberi. Ia insaf bahawa yang demikian itu haruslah menjadi kaedah pertama dalam pergaulan hidup.
Untuk keluar dari keraguan, Adam a.s berseru: “Ilahi, Rabbi! Apakah gerangan yang akan kuberikan kepadanya? Emaskah, intankah, perak atau permata?”.
“Bukan!” kata Tuhan.
“Apakah hamba akan berpuasa atau solat atau bertasbih untuk-Mu sebagai maharnya?” tanya Adam a.s dengan penuh pengharapan.
“Bukan!” tegas suara Ghaib.
Adam diam, mententeramkan jiwanya. Kemudian bermohon dengan tekun: “Kalau begitu tunjukilah hamba-Mu jalan keluar!”.
Allah SWT. berfirman: “Mahar Hawa ialah sholawat sepuluh kali atas Nabi-Ku, Nabi yang bakal Kubangkit yang membawa pernyataan dari sifat-sifat-Ku: Muhammad, cincin permata dari para anbiya’ dan penutup serta penghulu segala Rasul. Ucapkanlah sepuluh kali!”.
Adam a.s merasa lega. Ia mengucapkan sepuluh kali salawat atas Nabi Muhammad SAW sebagai mahar kepada isterinya. Suatu mahar yang bernilai spiritual, kerana Nabi Muhammad SAW adalah rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam).
Hawa mendengarkannya dan menerimanya sebagai mahar.
“Hai Adam, kini Aku halalkan Hawa bagimu”, perintah Allah, “dan dapatlah ia sebagai isterimu!”.
Adam a.s bersyukur lalu memasuki isterinya dengan ucapan salam. Hawa menyambutnya dengan segala keterbukaan dan cinta kasih yang seimbang.
Allah SWT. berfirman kepada mereka: “Hai Adam, diamlah engkau bersama isterimu di dalam syurga dan makanlah (serta nikmatilah) apa saja yang kamu berdua ingini, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini kerana (apabila mendekatinya) kamu berdua akan menjadi zalim” (Q.S Al-A’raaf: 19).
(Sumber : arsip milis yang menyadur kitab Assab’iyy’iyyat fi Mawa’idzil Bariyyat karangan Abi Nashr Muhammad bin Abdurrahmah Alhamadzany)
0 komentar:
Posting Komentar